Halaman

Sabtu, 11 Mei 2013

KAJIAN FILM AADC



Film merupakan manifestasi perkembangan budaya masyarakat pada masanya. Dari zaman ke zaman, film mengalami perkembangan baik dari segi teknologi yang digunakan maupun tema yang diangkat. Hal ini disebabkan film berkembang sejalan dengan unsur-unsur budaya masyarakat yang melatarbelakanginya, termasuk di dalamnya adalah perkembangan bahasa.
Film AADC merupakan salah satu film yang menjadi tonggak kebangkitan film Indonesia. Film AADC merupakan film remaja Indonesia terlaris dan sebagai film yang memotivasi tumbuhnya film di Indonesia, khususnya film remaja. Film AADC telah merekam sejumlah unsur-unsur budaya baru. Salah satu unsur-unsur budaya yang dimaksud adalah perkembangan bahasa gaul remaja Indonesia. Dalam film AADC muncul bahasa-bahasa yang mungkin masih asing untuk sebagian kalangan karena hanya digunakan oleh remaja-remaja gaul ibu kota.
Pada dasarnya, remaja memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Bahasa remaja tersebut kemudian dikenal sebagai bahasa gaul remaja. Bahasa gaul inilah yang ditangkap oleh penulis skenario untuk menghidupkan suasana atau atmosfer remaja dalam film remaja Indonesia seperti film AADC. Dialog film AADC sebagai representatif tutur remaja yang melatarbelakanginya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang sesuai dengan tata bahasa Indonesia baku. Hal ini disebabkan bahasa gaul merupakan bahasa santai sebagai bahasa sehari-hari.
Dalam film AADC, dialog yang digunakan banyak menggunakan kedwibahasaan dan diglosia. Kedwibahasaan adalah kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Dialog yang digunakan dalam film AADC memang sering mencampurkan dua bahasa walau dituturkan secara pasif. Selain itu juga penggunaan dua dialek dari satu bahasa. Sedangkan diglosia adalah fenomena penggunaan ragam bahasa yang dipilih sesuai dengan fungsinya.

Kedwibahasaan dan diglosia dapat dilihat dari dialog-dialog ini:
1.    Cinta : “Oke, ya udah deh Al. Asal loe tau, persahabatan kita juga nggak main-main. Dan kita juga jadi saksi kok. Loe itu kalau ada masalah di share, jangan disimpen sendiri.”
Dalam dialog di atas terdapat kedwibahasaan yaitu dari bahasa Indonesia + bahasa Inggris + bahasa Betawi + bahasa Jawa. (Oke dan share dari bahasa Inggris, loe dari bahasa Betawi, simpen dari bahasa Jawa, sedangkan yang lainnya dari bahasa Indonesia)
2.    Cinta : “Rese’! apa dia itu superstar? Sekalian aja gue wawancara Duta Sheila On 7 atau konsernya Dewa kek. Gila, nyebelin banget, tau nggak loe!”
Dalam dialog di atas terdapat kedwibahasaan yaitu dari bahasa Indonesia + bahasa Inggris + bahasa Betawi + bahasa Jawa. (Superstar dari bahasa Inggris, gue dan loe dari bahasa betawi, banget dari bahasa Jawa, sedangkan yang lainnya dari bahasa Indonesia). Dalam dialog tersebut juga terdapat diglosia yaitu kata “kek”.
3.    Rangga : “Maksudnya apa nih?”
Dalam dialog di atas terdapat diglosia yang menyisipi bahasa Indonesia.
4.    Pak Wardiman : “lho, masak saya suruh manggil-manggil neng Cinta kayak cowok kelas tiga saja?”
Dalam dialog di atas terdapat kedwibahasaan yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
Selain kedwibahasaan dan diglosia, dalam film AADC juga terlihat adanya interferensi dan integrasi bahasa, hal itu merupakan akibat dari terjadinya kontak bahasa. Interferensi muncul karena terjadi kedwibahasaan secara tidak sengaja dan merupakan kebiasaan. Interferensi yang sering muncul dalam dialog adalah interferensi sintaksis, seperti dalam dialog : “Loe itu kalau ada masalah di share, jangan disimpen sendiri.” dan “Rese’! apa dia itu superstar?”
Sedangkan integrasi merupakan unsur serapan dari suatu bahasa yang telah dapat menyesuaikan diri dengan sistem bahasa penyerapnya, sehingga pemakainya telah menjadi umum karena tidak lagi terasa asing. Integrasi seperti terlihat dalam dialog : “Loe telepon ke rumah gue, jam berapa aja gue temenin, gue angkat, ngobrol ama gue.” Kata telepon menunjukkan adanya integrasi bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Sedangkan kata ngobrol menunjukkan adanya integrasi dalam bidang morfologi.
Melalui penjelasan di atas, secara tidak langsung dialog film AADC telah mengalami Alih Kode dan Campur Kode. Alih Kode terlihat dari penggunaan dua bahasa atau lebih dalam sebuah dialog. Sedangkan penyisipan bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia sudah termasuk Campur kode.

Pengaruh Budaya Terhadap Pemakaian Bahasa (Film Tanah Air Beta)


Nama   : Yulianingsih
NIM    : S841208049
Tugas   : Sosiolinguistik
Dosen  : Prof. Dr. Andayani,M.Pd

Pengaruh Budaya Terhadap Pemakaian Bahasa
(Film Tanah Air Beta)
Bahasa mempunyai relevansi yang kuat terhadap kebudayaan masyarakat pemakainya. Relevansi itu bisa berupa nada bahasa, konsep gramatikal bahasa, ataupun konsep tingkatan bahasa. Film Tanah Air Beta sangat kental dengan unsur-unsur budaya daerah karena menceritakan tentang kamp pengungsian di daerah Kupang NTT yang berbatasan dengan Timor Leste. Nada bahasa yang digunakan dalam dialog film Tanah Air Beta terkesan tegas dan cepat menunjukkan bahwa orang-orang Kupang dan Timor Leste tegas, gesit dan keras. Hal itu sangat mungkin dikarenakan daerah tersebut sarat dengan konflik yang menuntut masyarakat untuk sigap dalam segala kondisi.
Dalam film Tanah Air Beta, dialog banyak menggunakan bahasa daerah yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Film Tanah Air Beta tetap menggunakan bahasa daerah yang cukup kental untuk menggambarkan suasana yang sebenarnya di daerah kamp pengungsian tersebut. Hal itu seperti ingin menunjukkan bahwa masyarakat di daerah perbatasan memang masih menjaga kelestarian bahasa daerah agar tetap hidup dan tidak punah. Selain itu pemakaian bahasa daerah yang dicampur dengan bahasa Indonesia tentu saja disesuaikan dengan situasi dan kondisi didaerah tersebut agar dapat dimengerti dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Dialog menggunakan bahasa daerah misalnya saat Ci Iren mengeluarkan tas hitam yang terbuat dari kulit ke hadapan pembelinya. “Saya baru dapat tas. Coba tebak berapa harganya?” kata Ci Iren. Pembeli menjawab, “Sonde tau.” Dialog tersebut membuktikan adanya pemakaian bahasa daerah “Sonde tau” yang artinya dalam bahasa Indonesia “Tidak tahu.” Hal tersebut menjelaskan adanya alih kode dan campur kode.
Selain pemakaian bahasa daerah, hal yang menarik lainnya adalah saat adegan Merry dan Carlo mencari Mauro saat di perbatasan. Merry tidak dapat lagi mengenali Mauro karena mereka sudah berpisah lama. Merry dan Carlo menyanyikan lagu Kasih Ibu untuk mencari Mauro. Lagu Kasih Ibu adalah lagu yang sering mereka nyanyikan dulu. Mereka menggunakan lagu itu sebagai alat untuk saling mengenali satu sama lain.

Pengertian Wacana Menurut Para Ahli


A.    Pengertian Wacana Menurut Para Ahli
1.      Menurut Harimurti Kridalaksana, wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal. (1983:179 dalam Sumarlam, 2009:5).
2.      Henry Guntur Tarigan (1987:27) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.
3.      James Deese dalam karyanya Thought into Speech: the Psychology of a Language (1984:72, sebagaimana dikutip ulang oleh Sumarlam, 2009:6) menyatakan bahwa wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan, yaitu pengutaraan wacana itu.
4.      Fatimah Djajasudarma (1994:1) mengemukakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
5.      Hasan Alwi, dkk (2000:41) menjelaskan pengertian  wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.  Dengan demikian sebuah rentetan kalimat tidak dapat disebut  wacana jika tidak ada keserasian makna. Sebaliknya, rentetan kalimat membentuk wacana karena dari rentetan tersebut terbentuk makna yang serasi.
6.      I.G.N. Oka dan Suparno (1994:31) menyebutkan wacana adalah satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap.
7.      Sumarlam, dkk (2009:15) menyimpulkan dari beberapa pendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai batasan wacana di atas pengertian wacana adalah satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau keruntutan antar bagian (kohesi), keterpaduan (koheren), dan bermakna (meaningful), digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.       Berdasarkan pegertian tersebut, persyaratan terbentuknya wacana adalah penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran).  Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.

B.     Pengertian Analisis Wacana Menurut Para Ahli
1.      Stubbs di dalam Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of Natural Language (1984:1) mengemukakan pendapatnya tentang analisis wacana, sebagaimana berikut ini. “ (Analisis wacana) merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas klausa dan kalimat, dan karenanya juga mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas. Seperti pertukaran percakapan atau bahasa tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, khususnya interaksi antarpenutur”.
2.      Sarwiji Suwandi( 2008:145) mengemukakan bahwa analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi bahasa atau penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi.
3.      Cook (1997:6) menjelaskan bahwa the search for what gives discourse coherence is discourse analysis. “Wacana berhubungan dengan pengkajian koherensi”.



Referensi :
Cook, Guy. 1997. Discourse. Oxford: Oxford University Press.
Fatimah Djajasudarma. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan antar Unsur. Bandung: Eresco.
Hasan Alwi, et.al. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Henry Guntur Tarigan. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
I.G.D Oka dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Depdikbud.
Sarwiji Suwandi. 2008. Serbalinguistik. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Stubbs, Michael. 1984. Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of Natural Language. Oxford: Basil Blackwell Publisher Limited.
Sumarlam, dkk. 2009. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta.