a. Pengertian Gaya Bahasa
Kartika (2005:82) menjelaskan Gaya merupakan estetika
diri sendiri yang diekspresikan melalui bahasa dan kepribadian. Dalam Kamus
Linguistik gaya atau khususnya gaya bahasa dalam retorika dikenal isitilah style.
Kata style diturunkan dari bahasa latin stilus, yang artinya
suatu keahlian dan kemampuan untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara
indah (Keraf, 2008:112).
Dalam bahasa lisan nada tampak dalam intonasi, dalam
bahasa tulis nada merupakan kualitas gaya yang memaparkan sikap pengarang
terhadap masalah yang dikemukakan dan juga merupakan sikap pengarang terhadap
pembaca. Nada sangat bergantung pada gaya (Najid, 2003:27).
Gaya bahasa sebagai gejala penggunaan sistem tanda ,
dapat dipahami bahwa gaya bahasa pada dasarnya memiliki sejumlah matra hubungan.
Matra hubungan tersebut dapat dikaitkan dengan dunia proses kreatif pengarang,
dunia luar yang dijadikan obyek dan bahan penciptaan, fakta yang terkait dengan
aspek internal kebahasaan itu sendiri, dan dunia penafsiran penanggapnya
(Aminuddin, 1995:54).
Gaya bahasa adalah pengungkapan ide, gagasan,
pikiran-pikiran seorang penulis yang meliputi hierarki kebahasaan yaitu kata,
frasa, klausa, bahkan wacana untuk menghadapi situasi tertentu (Rahayu,
2005:11). Gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan
yang timbul atau hidup dalam hati pengarang.
Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal,
struktur kalimat, majas citraan, pola rima, matra yang digunakan sastrawan atau
yang terdapat dalam karya sastra. Jadi majas merupakan bagian dari gaya bahasa.
Majas merupakan peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya
yang lazim atau menyimpang dari arti harfiah.
b.
Sendi-sendi Gaya Bahasa
Syarat-syarat yang diperlukan untuk membedakan
arti gaya bahasa yang baik dan buruk merupakan sendi-sendi gaya bahasa yang
mengandung 3 unsur, yaitu (1) kejujuran, (2) sopan-santun, dan (3) menarik
(Keraf, 2008:32), yaitu:
1)
Kejujuran
Kejujuran adalah ungkapan yang dilakukan seseorang karena
melaksanakan sesuatu yang di dalamnya mencakup unsure keterbukaan dan apa
adanya (Kurniawan, 2007:21).
Kejujuran dalam bahasa berarti mengikuti aturan-aturan,
kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang
kabur dan tidak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah
jalan untuk mengundang ketidakjujuran (Keraf, 2008:113). Jadi, kejujuran dalam
bahasa adalah penggunaan bahasa yang tidak berbelit-belit sesuai dengan kaidah
atau aturan yang telah ditetapkan.
2)
Sopan-santun
Sopan-santun adalah suatu kebiasaan untuk
menghargai orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Keraf (2008:114)
mendeskripsikan sopan-santun dalam bahasa adalah memberi penghargaan atau
menghormati orang yang diajak berbicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa
hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan
dari kata-kata yang digunakan sesuai dengan bahasa dalam pergaulan. Kejelasan
berarti bahasa yang digunakan tidak membuat orang lain bingung atau berpikir
secara berat untuk dapat memahami bahasa yang digunakan seseorang. Adapun
kesingkatan dalam pemakaian bahasa yang efektif dan mempergunakan kata-kata
yang seefisien mungkin, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang
bersinonim dan menghindari repetisi yang tidak perlu.
Kejelasan dan kesingkatan dalam berbahasa merupakan
langkah awal untuk membuat bahasa yang digunakan seseoran.g menjadi menarik
perhatian lawan bicara.. Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat diukur melalui
komponen- komponen: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga
hidup, dan penuh daya khayal (imajinasi). Untuk menarik perhatian ini seorang
penulis perlu memiliki kekayaan kosakata, mengubah panjang-pendek kalimat, dan
struktur- struktur morfologisnya (Keraf, 2008:115).
c. Fungsi Gaya
Bahasa
Gaya bahasa berbentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara
dan menulis untuk mempengaruhi pembaca atau pendengar. Bertolak dari pernyataan
tersubut dapat dilihat dari fungsi gaya bahasa yaitu untuk meninggikan selera
dan alat untuk meyakinkan atau mempengaruhi pembaca atau pendengar. Penggunakan
perhiasan bahasa pada umumnya untuk memperkuat atau mengistimewakan efek yang
didasarkan pada perbandingan, pertentangan, asosiasi, persesuaian kata, dan
sebagainya.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya bahasa
sebagai berikut:
1)
Gaya
bahasa berfungsi sebagai alat untuk meninggikan selera.
2)
Gaya
bahasa berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi atau meyakinkan pembaca atau
pendengar.
3)
Gaya
bahasa berfungsi sebagai alat untuk menciptakan suasana tertentu.
4)
Gaya
bahasa berfungsi sebagai alat untuk memperkuat efek terhadap gagasan yang
disampaikan.
d. Macam Gaya Bahasa
1) Gaya
Bahasa Perbandingan
a)Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau
penggambaran.
b)Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah
dikenal.
c)Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang
dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan,
dll.
d)Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan
menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
e)Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang
berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
f)Sinestesia: Metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu
indra untuk dikenakan pada indra lain.
g)Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain
sebagai nama jenis.
h)Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan
orang.
i)Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain
yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
j)Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk
menunjukkan hubungan karib.
k)Litotes: Ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan
merendahkan diri.
l)Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga
kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
m)Personifikasi: Pengungkapan dengan menyampaikan benda mati atau tidak
bernyawa sebagai manusia.
n)Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati
atau tidak bernyawa.
o)Pars
pro toto: Pengungkapan
sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
p)Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud
hanya sebagian.
q)Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa
kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
r)Disfemisme: Pengungkapan
pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya
s)Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat
berpikir dan bertutur kata.
t)Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau
disamarkan dalam cerita.
u)Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang
lebih pendek.
v)Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
w)Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau
lambang untuk menyatakan maksud.
2)
Gaya Bahasa Sindiran
a) Ironi: Sindiran
dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta
tersebut.
b)Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
c)Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa
kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
d)Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi,
untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
e)Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
3)
Gaya Bahasa Penegasan
a)Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang
ditegaskan.
b)Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas
atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
c)Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam
suatu kalimat.
d)Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau
bagian kata yang berlainan.
e)Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
f)Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau
klausa yang sejajar.
g)Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
h)Sigmatisme:
Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
i)Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan
makna yang berlainan.
j)Klimaks: Pemaparan
pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana atau kurang penting
meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
k)Antiklimaks:
Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks atau lebih
penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
l)Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu
kalimat sebelum subjeknya.
m)Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di
dalam pertanyaan tersebut.
n)Elipsis: Penghilangan
satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut
seharusnya ada.
o)Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap
keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
p)Polisindenton:
Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
q)Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata
penghubung.
r)Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di
antara unsur-unsur kalimat.
s)Ekskalamasio:
Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
t)Enumerasio:
Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
u)Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud
yang sebenarnya.
v)Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
w)Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang
berdampingan dalam kalimat.
x)Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu
makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
y)Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan
tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat
yang rancu.
4)
Gaya Bahasa Pertentangan
a)Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan,
namun sebenarnya keduanya benar.
b)Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
c)Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang
berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
d)Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian
sebelumnya.
e)Anakronisme:
Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan
waktunya.