Halaman

Selasa, 16 April 2013

KAJIAN PUISI "SURAT DARI IBU" karya ASRUL SANI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Jika berbicara tentang puisi akan banyak berbagai pendapat yang muncul mengenai puisi. Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang berisi ungkapan perasaan penyair, mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat dan tepat. Bahasa yang dipergunakan oleh penyair harus dapat mewakili rasa dan pesan yang hendak disampaikan . Puisi juga merupakan hasil penggambaran tentang suatu hal yang diungkapkan melalui bahasa dan ekspresi yang mewakili perasaan sang penyair. Hal ini diperlukan agar para pembaca bisa masuk dan memahami dan merasakan kekuatan jiwa penulis yang akan disampaikan melalui puisi tersebut.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1)   Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2)   Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3)   Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4)   Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5)   Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari pendapat-pendapat para ahli, dapat kita simpulkan bahwa definisi puisi menurut mereka memiliki sebuah kesamaan yaitu pengungkapan ekspresi dan jiwa. Puisi itu tercipta karena pengalaman atau sebaliknya. Bisa dikatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari segala pengalaman imajinatif yang dirasakan oleh manusia dalam hidupnya.
Puisi dapat dikaji dengan menggunakan berbagai macam pendekatan. Salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk menganalisis puisi adalah teori yang diungkapkan oleh Abrams. Abrams membagi pendekatan itu menjadi empat, yakni:
1.   Objektif, suatu telaah dari sudut pandang karya itu sendiri.
2.   Ekspresif, suatu telaah dari sudut pandang pengarangnya.
3.   Mimesis, suatu telaah dari keterhubungan ide, perasaan, atau peristiwa yang berkaitan dengan alam, baik yang secara langsung atau pun tidak langsung.
4.   Pragmatik, suatu telaah yang ditinjau dari sudut pandang pembaca atau penerima.
Banyak orang yang menganggap pendekatan yang dikatakan oleh Abrams adalah pendekatan tradisional. Dikatakan tradisional karena sekarang pendekatan-pendekatang itu telah dikembangkan menjadi beberapa pengembangan. Pendekatan objektif telah dikembangkan menjadi pendekatan struktural yang terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik sebuah karya sastra. Pendekatan ekspresif telah dikembangkan menjadi psikologi sastra dan antropologi sastra. Pendekatan mimesis dikembangkan sehingga lahirlah pendekatan sosiologi sastra dan sastra marxis. Dan pendekatan pragmatik dikembangkan, lalu lahirlah pendekatan resepsi sastra dan hermeunetika.

B. Rumusan Masalah
Sebuah karya sastra, salah satunya puisi terkandung beberapa hal yang yang patut untuk dikaji, antara lain masalah tema, pendekatan, sudut pandang, dan tujuan diciptakannya puisi tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat diketahui rumusan masalah yang akan dikaji dalam puisi. Adapun rumusan masalah puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah sebagai berikut:
1.   Bagaimana struktur puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani?
2.   Apakah pendekatan struktural cocok untuk mengkaji puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah yang berjudul Analisis Struktural Puisi surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah sebagai berikut:
1.        Mengetahui struktur puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani
2.        Mengetahui cocok tidaknya pendekatan Struktural untuk mengkaji puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.        Memberikan wawasan bagi guru bahasa Indonesia mengenai pembelajaran menganalisis puisi dengan pendekatan struktural.
2.        Sumber pengetahuan bagi siswa melalui pembelajaran puisi.
3.        Bagi penulis, memberikan sumbangan informasi bagi pemakalah dalam membuat makalah khususnya bidang sastra.


BAB II
KAJIAN TEORI

A.           Hakikat Puisi
Banyak pendapat tentang pengertian puisi, dan tidak ada orang yang dapat memberikan definisi puisi yang tepat. Pengertian-pengertian tersebut diantaranya dari Slamet Mulyana (dalam Waluyo 1997 : 23) menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya.
            Wirjosudarmo (dalam Pradopo 1987: 5) mengatakan bahwa puisi adalah karangan yang terikat oleh: (1) banyak baris dalam tiap bait (kuplet/strofa, suku karangan); (2) banyak kata dalam tiap baris; (3) banyak suku kata dalam tiap baris; (4) rima; dan (5) irama.
            Setelah melihat dari beberapa definisi puisi, Waluyo (1997: 25) mengungkapkan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.
            Menurut Suharianto (2005: 12), puisi adalah hasil pengungkapan kembali segala peristiwa atau kejadian yang terdapat di dalam kehidupan sehari-hari. Karya sastra berbentuk puisi bersifat konsentrif dan intensif. Pengarang tidak menjelaskan secara terperinci apa yang ingin diungkapkannya, melainkan justru sebaliknya. Pengarang hanya mengutarakan apa yang menurut perasaan atau pendapatnya merupakan bagian yang pokok atau penting saja. Pengarang mengadakan konsentrasi dan intensifikasi atau pemusatan dan pemadatan. Konsentrasi dan intensifikasi tersebut dilakukan pengarang bukan hanya terbatas pada masalah yang akan disampaikan, melainkan juga pada cara menyampaikannya. Karena itu, penghematan unsur-unsur bahasa juga akan terasakan dengan jelas pada bentuk karya sastra ini (Suharianto 2005: 34-35).
            Kosasih (2003 : 207) menyatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. Bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dengan yang digunakan sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa ynag ringkas namun maknanya sangat kaya. Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata konotatif, yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian.
            Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah sebuah karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang diwujudkan melalui bahasa yang diperhalus dan diberi irama. Di samping itu, puisi juga dapat membangkitkan perasaan yang menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas atau secara umum bisa dikatakan menimbulkan keharuan.
            Dari pengertian puisi di atas, dalam puisi terdapat unsur yang berupa emosi, pemikiran, ide, imajinasi, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur menjadi satu

Unsur-unsur Puisi
1.        Tema
            Tema adalah gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya (Waluyo 2003: 17). Tema mengacu pada penyair. Pembaca sediki banyak harus mengetahui latar belakang penyair agar tidak salah menafsirkan tema puisi tersebut. Karena itu, tema bersifat khusus (diacu dari penyair), objektif (semua pembaca harus menafsirkan sama), dan lugas (bukan makna kias yang diambil dari konotasinya).
            Seperti halnya karya sastra prosa, fungsi puisi juga merupakan media untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarangnya. Dengan demikian puisi pun mempunyai tema atau pokok permasalahan. Hanya harus diakui, untuk mengetahuinya lebih sulit karena bentuk karya sastra ini umumnya menggunakan kata-kata kias atau perlambang-perlambang. Karena itu untuk mengetahuinya diperlukan kecerdasan dan kejelian kita sebagai pembacanya untuk menafsirkan kiasan-kiasan atau perlambang-perlambang yang dipergunakan penyair (Suharianto 2005: 38-39).
2.        Nada dan Suasana
            Menurut Suharianto (2005: 47) nada dan suasana seperti yang dirasakan, semata-mata bukan disebabkan oleh makna kata yang dipakai penyairnya, melainkan juga oleh dukungan pilihan bunyi kata-katanya. Bahkan unsur terakhir itulah yang terasa amat dominan, baik karena adanya asonansi-asonansi maupun aliterasi-aliterasi yang sengaja dipasang penyair secara horisontal maupun vertikal.
            Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca. Dari sikap itu terciptalah suasana puisi. Ada puisi yang bernada sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius (sungguh-sungguh), patriotik, belas kasih (memelas), takut, mencekam, santai,masa bodoh, pesimis, humor (bergurau), mencemooh, kharismatik, filosofis, khusyuk, dan sebagainya (Waluyo 2003: 37).
3.        Perasaan
            Waluyo (2003: 39-40) menerangkan bahwa puisi mengungkapkan perasaan penyair. Nada dan perasaan penyair akan dapat kita tangkapkalau puisi itu dibaca keras dalam poetry reading atau deklamasi. Membaca puisi dengan suara keras akan lebih membantu kita menemukan perasaan penyair yang melatarbelakangi terciptanya puisi tersebut. Perasaan yang menjiwai puisi bisa perasan gembira, sedih, terharu, terasing, tersinggung, patah hati, sombong, tercekam, cemburu, kesepian, takut, dan menyesal.
4.        Amanat Puisi
            Amanat, pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkappembaca setelah membaca puisi. Amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca. Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada amanat puisi. Cara menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan berdasarkan cara pandang pembaca, amanat tidak dapat lepas dari tema dan isipuisi yang dikemukakan penyair (Waluyo 2003: 40).

B.            Pendekatan Struktural
Semua karya sastra adalah struktur. Struktur yang dimaksud adalah setiap karya sastra memiliki unsur-unsur yang mempunyai sistem. Semua unsur itu saling berhubungan, saling menentukan, adanya hubungan timbal balik, dan terikat. Unsur-unsur itu tidak dapat berdiri sendiri, karena jika tidak ada satu unsur yang mendukung tidak akan tercipta sebuah karya sastra. Dalam pengertian struktur ini terlihat adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation).   Analisis struktural sajak adalah analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur sajak dan pengurain bahwa tiap unsure itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Dengan kata lain, sebuah unsur tidak akan memiliki makna jika tidak disertakan dengan unsur yang lain.
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Karena itu, untuk memahami karya sastra (sajak) haruslah karya sastra (sajak) dianalisis. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, karya sastra merupakan perpaduan unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, saling berkaitan dan koheren. Untuk memahami sebuah sajak atau puisi, harus diperhatikan hubungan-hubungan antar unsur yang harus berkaitan, karena keterkaitan antar unsur itu sebagai bagian dari keluruhan karya sastra.
Pendekatan struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984)

1.        Pendekatan Objektif
Pendekatan objektik adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan yang dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra yang berlaku. Konvensi tersebut misalnya, aspek-aspek intrinsik sastra yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan sebagainya. Yang jelas penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya. Karena patokan pendekatan objektif sudah jelas, maka sering sekali pendekkatan ini di sebut dengan pendekatan struktural.
2.  Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang menitikberatkan kajianya pada ekspresi perasaan atau tempramen penulis (Abrams, 1981: 189). Informasi tentang penulis memiliki peranan yang sangat penting dalam kajian dan apresiasi sastra. Penilaian terhadap karya seni ditekankan pada keaslian dan kebaruan (Teew, 1984: 163-165).
Pendekatan ini dititik beratkan pada eksistensi pengarang sebagai pencipta karya seni. Sejauh manakah keberhasilan pengarang dalam mengekspresikan ide-idenya. Karena itu, tinjauan ekspresif lebih bersifat spesifik. Dasar telaahnya adalah keberhasilan pengarang mengemukakan ide-idenya yang tinggi, ekspresi emosinya yang meluap, dan bagaimana dia mengkomposisi semuanya menjadi satu karya yang bernilai tinggi.
Komposisi dan ketepatan peramuan unsur-unsur ekspresif di sini akhirnya menjadi satu unsur sentral dalam penilaian. Karya sastra yang didasari oleh kekayaan penjelmaan jiwa yang kompleks tentunya mempunyai tingkat kerumitan komposisi yang lebih tinggi dibanding dengan karya sastra yang kering dengan dasar jelmaan jiwa.
3.  Pendekatan Mimetik
Pendekatan ini bertolak dari pemikiran bahwa karya sastra merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud berkat tiruan dan gabungan imajinasi pengarang terhadap realitas kehidupan atau realitas alam. Hal tersebut didasarkan pandangan bahwa apa yang diungkapkan pengarang dalam karyanya pastilah merupakan refleksi atau potret kehidupan atau alam yang dilihatnya. Potret tersebut bisa berupa pandangan, ilmu pengetahuan, religius yang terkait langsung dengan realitas. Pengarang, melalui karyanya hanyalah mengolah dari apa yang dirasakan dan dilihatnya. Itulah sebabnya ide yang dituangkan dalam karyanya tidak bisa disebut sebagai ide yang original. Semuanya hanyalah tiruan (mimetik) dari unsur-unsur kehidupan nyata yang ada.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajianya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra (Abrams, 1981: 189). Sastra sebagai dokumen sosial. Kenyataan manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah kenyataan yang telah ditafsirkan sebelumnya dan yang dialaminya secara subjektif sebagai dunia yang bermakna dan kohern. Hubungan antara seni dan kenyataan merupakan interaksi yang kompleks dan tak langsung, yang ditentukan oleh konvensi bahasa, konvensi sosio-budaya, dan konvensi sastra. (Teew, 1984: 224-229)
4.  Pendektan Prangmatik (Reseptif)
Pendekatan pragmatik memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi. Pendekatan pragmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek pragmatis dan subjek ekspresif, sebagai pembaca dan pengarang berbagi objek yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaannya, pengarang merupakan subjek pencipta, tetapi secara terus-menerus fungsi-funsinya dihilangkan, bahkan pada gilirannya pengarang dimatikan. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang proses kreativitas diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis (rewritten).
Pendekatan pragmatik dengan demikian memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca tersebut. Secara historis (Abrams, 1976: 16) pendekatan pragmatik telah ada tahun 14 SM, terkandung dalam Ars Poetica (Horatius). Meskipun demikian, secara teoritis dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik. Stagnasi strukturalisme memerlukan indikator lain sebagai pemicu proses estetis, yaitu pembaca (Mukarovsky).
Pada tahap tertentu pendekatan pragmatis memiliki hubungan yang cukup dengan sosiologi, yaitu dalam pembicaraan masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatis memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasan, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatis memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatis secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori reseptif, teori sastra yang memungkan pemahaman hakikat karya tanpa batas.
Pendekatan pragmatis mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis, diantaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik dalam kerangka sinkronis maupun diagkronis. Teori-teori postrukturalisme sebagian besar bertumpu pada kompetensi pembaca, sebab semata-mata pembacalah yang berhasil untuk mengevokasi kekayan khazanah kultural bangsa.

BAB III
PEMBAHASAN

SURAT DARI IBU
Karya Asrul Sani
Pergi ke dunia anak-anaku sayang
pergi ke hidup bebas!
Sesama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.

Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Sesama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.

Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
Boleh engkau datang padaku!

Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
"Tentang cinta dan hidupmu pagi hari"

Pendekatan Struktural
Sebelum melangkah ke berbagai pendekatan dalam pengkajian sebuah puisi kita diharuskan menggunakan pendekatan awal dalam penelitian karya sastra, yaitu pendekatan struktural. Begitu juga dengan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani ini terlebih dahulu akan dianalaisis dengan menggunakan pendekatan struktural yang terdiri dari empat hakikat puisi, yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat.
a.    Tema
Tema merupakan gagasan utama atau ide pokok yang terdapat dalam sebuah puisi yang ingin diungkapkan oleh penyair. Tema yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah pendidikan, yaitu nasihat seorang ibu kepada anaknya agar mengembara untuk mencari pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin agar hidupnya dapat kokoh.
Setelah pemuda memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup, dinyatakan dengan "Jika bayang telah pudar/dan elang laut pulang ke sarang angin bertiup ke benua tiang-tiang akan kering sendiri dan nakhoda sudah tahu pedoman Boleh engkau datang padaku!" Pada bait terakhir, sang ibu meminta anaknya "pulang kembali ke balik malam untuk "bercerita tentang cinta dan hidupmu pagi hari".
b.    Perasaan
Perasaan merupakan kehendak yang ingin diungkapkan oleh penyair. Perasaan juga mrujuk kepada isi hati sang penyair, bagaimana suasana hatinya saat membuat sebuah puisi. Perasaan yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah ketegasan. Perasaan ketegasan terlihat pada bait ke-2, yaitu masa muda di saat tenaga masih kuat dan banyak kesempatan tersedia untuk mencapai cita-cita.
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Sesama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.

c.    Nada dan Suasana
Nada merupakan sikap penyair terhadap para pembaca, sedangkan suasana merupakan keadaan jiwa yang ditimbulkan oleh puisi tersebut kepada para pembaca. Jika membaca puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani akan terlihat bagaimana nada yang akan dipakai saat mengucap larik-lariknya. Penulis merasakan nada sungguh-sungguh dan serius. Selain itu juga ada larik yang jika dibacakan sangat sesuai dengan nada haru, yaitu pada baris ke-20 yang berbunyi “Kita akan bercerita”, yaitu menggambarkan sang ibu dan sang anak saling menceritakan pengalamannya dan melepas kerinduan. Suasana dalam puisi ini juga menggambarkan suasana serius, yaitu pada baris ke-15 dan ke-16, yaitu “dan nahkoda sudah tau pedoman” dan “boleh engkau datang padaku!”. Keseriusan tersebut mengandung arti seorang ibu menyuruh anaknya pergi untuk mencapai segala cita-cita kemudian setelah cita-cita tercapai dan hidupnya telah sukses, maka si Ibu menyuruh anaknya kembali pulang.
d.    Amanat
Amanat merupakan suatu hal yang mendorong penyair untuk menciptakan sebuah puisi. Dengan kata lain, amanat adalah pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh penyair melalui puisi buatannya. Amanat yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah ini merupakan harapan ibu untuk anaknya dalam berjuang menyelami hidup dari tidak mempunyai apa-apa (ilmu, harta benda dll) sampai berhasil menjadi orang ( pintar, cerdas, sukses, kaya dll) sesuai dengan cita-cita seorang anak, anak tersebut tidak melupakan keluarga dan ibunya, yang akhirnya akan kembali lagi bercengkrama dengan ibunya.
Melalui puisinya, pengarang juga mau menyampaikan pesan/amanat bahwa:
·   Kesuksesan seorang anak hendaknya tidak menjadikannya lupa kepada kedua orang tuanya, terutama ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.
·       Seorang ibu tidak pernah menginginkan kesuksesan ataupun buah kesuksesan anaknya (berupa harta/uang). Seorang ibu akan cukup berbahagia jika anaknya masih mau meluangkan waktu berkumpul dengannya untuk sekedar bercerita tentang pengalaman hidupnya dan kesuksesannya. Maka, seorang anak hendaknya selalu menjaga hubungan baik dengan selalu memperhatikan orang tuanya.


BAB IV
PENUTUP

A.           SIMPULAN
Analisis struktural sajak adalah analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur sajak dan pengurain bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Dengan kata lain, sebuah unsur tidak akan memiliki makna jika tidak disertakan dengan unsur yang lain. Puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani jika ditinjau dengan analisis struktural bertemakan pendidikan, yaitu nasihat seorang ibu kepada anaknya agar mengembara untuk mencari pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin agar hidupnya dapat kokoh. Perasaan dalam puisi ini ketegasan, yaitu masa muda di saat tenaga masih kuat dan banyak kesempatan tersedia untuk mencapai cita-cita. Nada dan suasana dalam puisi ini adalah nada serius dan sungguh-sungguh. Amanat yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah ini merupakan harapan ibu untuk anaknya dalam berjuang menyelami hidup dari tidak mempunyai apa-apa (ilmu, harta benda dll) sampai berhasil menjadi orang ( pintar, cerdas, sukses, kaya dll) sesuai dengan cita-cita seorang anak, anak tersebut tidak melupakan keluarga dan ibunya, yang akhirnya akan kembali lagi bercengkrama dengan ibunya. Melalui puisinya, pengarang juga mau menyampaikan pesan/amanat bahwa:
·   Kesuksesan seorang anak hendaknya tidak menjadikannya lupa kepada kedua orang tuanya, terutama ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.
·       Seorang ibu tidak pernah menginginkan kesuksesan ataupun buah kesuksesan anaknya (berupa harta/uang). Seorang ibu akan cukup berbahagia jika anaknya masih mau meluangkan waktu berkumpul dengannya untuk sekedar bercerita tentang pengalaman hidupnya dan kesuksesannya. Maka, seorang anak hendaknya selalu menjaga hubungan baik dengan selalu memperhatikan orang tuanya.

Analisis struktural cocok digunakan untuk mengkaji semua puisi, bahkan semua pendekatan yang akan dilakukan terhadap karya sastra harus menggunakan analisis struktural.

B.            SARAN
Saran dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.        Untuk guru bahasa Indonesia hendaknya menggunakan analisi struktural untuk mengkaji semua puisi bahkan semua pendekatan yang kan dilakukan terhadap karya sastra harus menggunakan analisis struktural.
2.        Untuk siswa dan pembaca, hendaknya mengikuti apa yang diamanatkan oleh puisi ini, yaitu bahwa kesuksesan seorang anak hendaknya tidak menjadikannya lupa kepada kedua orang tuanya, terutama ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.


DAFTAR PUSTAKA
E. Kosasih. 2003. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: CV Yrama Widya
Herman J. Waluyo. 2003. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga
Puspa Mestika. 2011. Analisis Kebahasaan dan Makna. http://puspamestikabahasa.blogspot.com (Diunduh 14 November 2012)
Rachmat Djoko Pradopo. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
S. Suharianto. 2005. Dasar-dasar Teori Sastra. Surabay : SIC
Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.

Senin, 18 Maret 2013

Kajian Lintas Budaya Asal Usul Mitoni

PERMASALAHAN

1.      Asal usul Mitoni atau Tingkeban
Wong Jowo atau orang Jawa itu kreatif dan pandai memaknai segala sesuatunya. Begitu luasnya daya imajinasi itu sehingga melahirkan banyak ragam tata upacara adat yang sarat dengan makna simbolik, diantaranya yang menandai siklus kehidupan manusia sejak masa pra kelahiran. Salah satunya adalah upacara untuk memperingati usia kehamilan tujuh bulan yang biasa disebut "mitoni".
Dalam tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata ‘am’ (awalan am menunjukkan kata kerja) dan pitu (tujuh) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan.
Mitoni tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang dianggap baik untuk menyelenggarakan upacara mitoni. Hari baik untuk upacara mitoni adalah hari Selasa (Senin siang sampai malam) atau Sabtu (Jumat siang sampai malam) dan diselenggarakan pada waktu siang atau sore hari. Sedangkan tempat untuk menyelenggarakan upacara biasanya dipilih di depan suatu tempat yang biasa disebut dengan pasren, yaitu senthong tengah. Pasren erat sekali dengan kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi Sri, dewi padi. Karena kebanyakan masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong, maka upacara mitoni biasanya diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang mempunyai luas yang cukup untuk menyelenggarakan upacara.
Sedangkan menurut cerita yang beredar di masyarakat Ritual mitoni atau tingkeban telah ada sejak zaman kuno. Menurut penuturan yang diceritakan secara turun temurun, asal usulnya sebagai berikut: Sepasang suami istri, Ki Sedya dan Niken Satingkeb, pernah punya anak sembilan kali, tetapi semuanya tidak ada yang berumur panjang. Mereka telah meminta bantuan banyak orang pintar, dukun, tetapi belum juga berhasil. Karena sudah tak tahan lagi menghadapi derita berat dan panjang, kedua suami istri itu memberanikan diri memohon pertolongan dari Jayabaya, sang ratu yang terkenal sakti dan bijak. Raja Jayabaya yang bijak dan yang sangat dekat dengan rakyatnya, dengan senang hati memberi bantuan kepada rakyatnya yang menderita. Beginilah sikap ratu masa dahulu.
Kedua suami istri, dinasihati supaya melakukan ritual, caranya:
Sebagai syarat pokok, mereka harus rajin manembah kepada Gusti, selalu berbuat yang baik dan suka menolong dan welas asih kepada sesama. Berdoa dengan khusuk, memohon kepada Tuhan. Mereka harus menyucikan diri, manembah kepada Gusti, Tuhan dan mandi suci dengan air yang berasal dari tujuh sumber. Kemudian berpasrah diri lahir batin. Sesudah itu memohon kepada Gusti, Tuhan,  apa yang menjadi kehendak mereka, terutama untuk kesehatan dan kesejahteraan si bayi. Dalam ritual itu sebaiknya diadakan sesaji untuk penguat doa dan penolak bala, supaya mendapat berkah Gusti, Tuhan. Rupanya, Tuhan memperkenankan permohonan mereka. Ki Sedya dan Niken Satingkeb mendapatkan momongan yang sehat dan berumur panjang. Untuk mengingat Niken Satingkeb, upacara mitoni juga disebut Tingkeban.
Dari lain sumber menyebutkan bahwa Mitoni dan Tingkeban yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat adalah tradisi masyarakat Hindu. Upacara ini dilakukan dalam rangka memohon keselamatan anak yang ada di dalam rahim (kandungan). Upacara ini biasa disebut Garba Wedana [garba : perut, Wedana : sedang mengandung]. Selama bayi dalam kandungan dibuatkan tumpeng selamatan Telonan, Mitoni, Tingkeban [terdapat dalam Kitab Upadesa hal. 46].

2.      Tata cara Mitoni atau Tingkeban
Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan. Serangkaian upacara yang diselenggarakan pada upacara mitoni adalah:
a)      Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar. Upacara siraman dilakukan di kamar mandi dan dipimpin oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua.
b)      Upacara memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh sang suami melalui perut dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilaksanakan di tempat siraman (kamar mandi) sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang.
c)      Upacara brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan. Upacara brojolan dilakukan di depan senthong tengah atau pasren oleh nenek calon bayi (ibu dari ibu si bayi) dan diterima oleh nenek besan. Kedua kelapa itu lalu ditidurkan di atas tempat tidur layaknya menidurkan bayi. Secara simbolis gambar Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang digambarkan tersebut. Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra merupakan tokoh ideal orang Jawa.
d)     Upacara ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak 7 (tujuh) buah dengan motif kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.
e)      Upacara memutus lilitan janur/lawe yang dilingkarkan di perut calon ibu. Janur/lawe dapat diganti dengan daun kelapa atau janur. Lilitan ini harus diputus oleh calon ayah dengan maksud agar kelahiran bayi lancar.
f)       Upacara memecahkan periuk dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur). Maksudnya adalah memberi sawab (doa dan puji keselamatan) agar nanti kalau si ibu masih mengandung lagi, kelahirannya juga tetap mudah.
g)      Upacara minum jamu sorongan, melambangkan agar anak yang dikandung itu akan mudah dilahirkan seperti didorong (disurung).
h)      Upacara nyolong endhog, melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar secepat pencuri yang lari membawa curiannya. Upacara ini dilaksanakan oleh calon ayah dengan mengambil telur dan membawanya lari dengan cepat mengelilingi kampung.
Dengan dilaksanakannya seluruh upacara tersebut, upacara mitoni dianggap selesai ditandai dengan doa yang dipimpin oleh dukun dengan mengelilingi selamatan. Selamatan atau sesajian sebagian dibawa pulang oleh yang menghadiri atau meramaikan upacara tersebut. Upacara-upacara mitoni memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat ditafsirkan sebagai berikut:
a)      Sajen tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang sudah tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal di tempat yang tinggi, di gunung-gunung.
b)      Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir.
c)      Sajen berupa sega gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu dalam keadaan segar.
d)     Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan dan mempunyai sifat luhur Kamajaya. Kalau bayi lahir perempuan akan secantik dan mempunyai sifat-sifat seluhur Dewi Ratih.
e)      Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong, maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi.
f)       Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir.
g)      Sajen dhawet mempunyai makna agar kelak bayi yang sedang dikandung mudah kelahirannya.
h)      Sajen berupa telur yang nantinya dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang lahir nantinya adalah laki-laki.
Namun dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat acara Mitoni atau Tingkeban banyak yang mengalami perubahan karena disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan yang ada di daerah tersebut. Begitu juga acara mitoni di Desa Semin Kulon, tata cara sudah diringkas dan sudah lebih mengarah kepada tasyakuran dari pada ritual memuja hal yang gaib.

SITUASI MASYARAKAT

Dalam penelitian ini penulis mengamati tata cara Mitoni atau Tingkeban di Desa Semin Kulon Kecamatan Wonogiri. Di Desa Semin kulon, masyarakat kebanyakan bermata pencaharian sebagai PNS, wiraswasta, petani, dan buruh. Tingkat pendidikan yang dienyam oleh masyarakat Desa Semin Kulon sudah bagus. Hal tersebut dapat dilihat dari warga yang berumur kurang dari 30 tahun minimal merupakan lulusan SMA. Banyak warga yang merupakan lulusan sarjana. Di Desa Semin Kulon, seluruh masyarakatnya beragama Islam. Namun ada berbagai aliran agama Islam yang berkembang dimasyarakat seperti: NU, Muhammadiyah, LDII, Islam Kejawen, dan Islam Abangan.
Rasa kebersamaan dan gotong royong masih terjalin sangat baik di Desa Semin Kulon ini. Masyarakat dapat saling menghormati dan menghargai. Jarang terjadi perbedaan pendapat yang sangat mencolok antar masyarakat. Selama ini perbedaan pendapat yang ada dimasyarakat dapat diselesaikan dengan baik melalui musyawarah bersama.


KONFLIK

Budaya mitoni masih sangat lekat dengan budaya jawa dan merupakan salah satu budaya yang paling populer di kalangan masyarakat jawa. Begitu pula dikalangan masyarakat yang tinggal di Desa Semin Kulon Kecamatan Wonogiri. Mayoritas masyarakat di Desa Semin Kulon menganggap budaya mitoni merupakan tradisi yang benar-benar sakral dan pantang dilewatkan, hal tersebut mengingat paham tentang ketakutan mereka akan ketidaksempurnaan bayi saat dilahirkan bila tidak dipitoni. Selain itu adanya ketakutan kalau yang gaib merasa ditinggalkan dan bayi tersebut dapat saja dikutuk untuk dijadikan peringatan nantinya. Hal lainnya tentu saja untuk meneruskan budaya yang telah lama turun temurun dari nenek moyang, sehingga sering kali jika ada keluarga yang tidak melakukan akan dicela warga lain.
Mitoni merupakan peninggalan dari jaman Hindu yang sudah mendarah daging dimasyarakat Desa Semin Kulon. Masyarakat yang menganut Islam Kejawen dan Islam Abangan menyebutkan bahwa ajaran ini juga mengandung nilai-nilai dan merupakan salah satu wujud ibadah islami yaitu untuk minta selamat pada yang kuasa melalui ibadah berbentuk ceremonial yang kerap kali memang disisipi nuansa islami misalnya Sholawatan, Yasinan, dan doa bersama. Banyak urutan tata cara mitoni yang diubah dan disesuaikan sendiri oleh para pelaku dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan adat istiadat setempat dan aliran agama yang mereka anut.
Meski demikian, tidak sepenuhnya masyarakat berpendapat sama dan memberi tanggapan positif akan paham tersebut. Justru paham inilah yang seringkali menimbulkan protes keras dari beberapa pihak. Para penganut agama Islam aliran NU, Muhammadiyah, dan LDII menyebutkan bahwa paham tersebut sama sekali bukan ajaran Islam dan melenceng jauh dari nilai-nilai agama Islam, bahkan diantaranya menganggap acara tersebut haram dilakukan karena dianggap melenceng akan agama (bid’ah). Masyarakat yang menganut aliran agama tersebut tidak mau datang keundangan acara mitoni yang diadakan warga lain. Hal tersebut dapat menyinggung warga yang mengundang dan dapat menimbulkan pergunjingan yang tidak baik dikalangan masyarakat.
Perbedaan pendapat antara masyarakat yang memberikan tanggapan positif dengan masyarakat yang memberikan tanggapan negatif, jika tidak ada rasa toleransi dan saling menghargai dapat menimbulkan konflik di masyarakat Desa Semin Kulon tersebut. Hal tersebut harus segera dicarikan jalan keluar agar tidak terjadi perselisihan dan perpecahan diantara warga masyarakat Desa Semin Kulon.

RESOLUSI ATAU DISKUSI

Mitoni merupakan warisan budaya yang telah lama ada dan mendarah daging di masyarakat jawa. Upacara-upacara yang dilakukan dalam masa kehamilan, yaitu siraman, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lawe/lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog, pada hakekatnya ialah upacara peralihan yang dipercaya sebagai sarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi yang menunjukkan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama. Selain itu, terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat istiadat yang secara turun temurun dilestarikan oleh kelompok sosialnya. Mengabaikan adat istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan dimata kelompok sosial masyarakatnya.
Perbedaan pandangan tentang budaya mitoni dikalangan masyarakat dapat berakibat fatal jika kedua belah kubu tidak dapat saling mengalah dan coba membenarkan pendapat mereka sendiri-sendiri. Hal tersebut dapat mengakibatkan perpecahan dikalangan masyarakat. Masyarakat yang menganggap budaya mitoni tidak seharusnya diadakan karena bertentangan dengan syariat Islam seharusnya dapat memberikan pengertian secara halus dan sabar kepada masyarakat yang masih melaksanakan budaya mitoni. Hal tersebut untuk menanamkan pemahaman secara bertahap agar tidak terkesan memaksakan perubahan yang sangat signifikan.
Pelaksanaan mitoni sekarang ini memang telah berangsur-angsur berubah dari pada pelaksanaan dahulu. Jika dahulu lebih kearah magis, pelaksanaan mitoni sekarang lebih mengarah kereligi. Banyak penyesuaian tata cara mitoni mengarah kepada tasyakuran. Kegiatan kondangan yang dulu dipimpin oleh dukun atau orang yang dituakan sudah diganti dengan acara pengajian yang dipimpin oleh ustad. Acara mandi kembang sudah banyak yang ditiadakan. Tata cara mitoni tersebut diubah dan disesuaikan sesuai dengan kemauan yang punya hajat dengan tidak meninggalkan kesakralan acara tersebut.
Kebudayaan merupakan kekayaan bangsa yang patut untuk dijaga dan di lestarikan, tentunya begitu pula dengan mitoni. Namun sebagai penganut Islam yang baik sudah semestinya pula masyarakat dapat menjadikan agama bukan hanya sebagai ucapan lidah, namun juga alat seleksi kebudayaan mana yang patut untuk dilakukan dan tidak bertentangan dengan ajaran yang diyakini. Kebudayaan memang kerap berhubungan dengan nilai-nilai yang bersifat religius, namun bukan berarti harus di kait-kaitkan dengan religi lain yang ada.