BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah
karya seni dalam bentuk tulisan juga dapat dikatakan sebagai hasil pemikiran
manusia tentang penggambaran kenyataan yang berisi ilmu berbagai pengetahuan di
dunia. Sastra tidak hanya terkait dalam satu bidang ilmu tetapi juga mencakup
beberapa bidang ilmu yang dapat menjadi satu kesatuan. Karena itu karya sastra
dapat dikaji dengan menggunakan berbagai bidang ilmu, antara lain psikologi,
sosiologi, dan filsafat. Karya sastra itu sendiri terdiri dari prosa, puisi,
dan drama sebagai genre karya sastra.
Puisi termasuk salah satu bentuk karya
sastra. Puisi adalah sebagai alat pengungkapan pikiran dan perasaan atau
sebagai alat ekspresi. Karya sastra merupakan bentuk komunikasi antara
sastrawan dengan pembacanya. Apa yang ditulis sastrawan dalam karya sastranya
adalah sesuatu yang ingin diungkapkan pada pembaca. Dalam penyampaian idenya
tersebut sastrawan tidak bisa dipisahkan dari latar belakang dan lingkungannya.
Abrams (1979:6) mengemukakan dalam komunikasi antara sastrawan dan pembaca
tidak akan terlepas dari empat situasi sastra, yaitu: karya satra, sastrawan,
semesta, dan pembaca. Untuk itu terdapat empat pendekatan dalam kajian
karya sastra, yaitu:
1.
Pendekatan objektif (objective criticism), yaitu kajian sastra yang menitik beratkan
pada karya sastra.
2.
Pendekatan ekspresif (expressive criticism), yaitu kajian sastra yang menitik beratkan
pada penulis.
3.
Pendekatan mimetik (mimetic criticism), yaitu kajian sastra yang menitik beratkan
terhadap semesta/alam.
4.
Pendekatan pragmatik (pragmatic criticism), yaitu kajian sastra yang menitik beratkan
pada pembaca.
Sekarang ini pendekatan
ekspresif telah dikembangkan menjadi psikologi sastra dan antropologi sastra.
Oleh karena itu, pada makalah ini, penyusun akan mengkaji puisi “*Puisi
Terakhir WS Rendra” karya WS Rendra berdasarkan pendekatan ekspresif dengan
fokus kajian pada kajian tentang psikologi sastra.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah
dijelaskan sebelumnya, dapat diketahui rumusan masalah yang akan dikaji adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana
kajian struktural puisi “*Puisi Terakhir WS Rendra” karya WS Rendra?
2.
Bagaimana kajian psikologi sastra
puisi “*Puisi Terakhir WS Rendra” karya WS Rendra?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai
berikut:
- Mengetahui
kajian struktural puisi “*Puisi Terakhir WS Rendra” karya WS
Rendra?
- Mengetahui kajian psikologi sastra puisi “*Puisi Terakhir WS Rendra” karya WS Rendra.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan dari makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Memberikan wawasan mengenai menganalisis
puisi dengan kajian psikologi sastra.
2.
Sumber pengetahuan bagi siswa melalui
pembelajaran puisi.
3.
Bagi penulis, memberikan sumbangan informasi bagi
pemakalah dalam membuat makalah khususnya bidang sastra.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A.
Hakikat
Puisi
1. Pengertian
Puisi
Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya
berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry
yang erat dengan -poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan,
1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat
atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang
mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau
yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam,
orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat
menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon
Ahmad (dalam Pradopo, 2010:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya
dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
a.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu
adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata
yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris,
antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
b.
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran
yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi
yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga
yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan
mempergunakan orkestra bunyi.
c.
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan
pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
d.
Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu
merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional
serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara
artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan
sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara teratur).
e.
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman
detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa
yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang
yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk
direkam.
Dari
definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun
tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 2010:7) menyimpulkan
bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu
sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada,
irama, kesan panca indera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan
yang bercampur-baur.
2. Unsur-Unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk
dari beberapa unsur, yaitu kata, larik, bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini
saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan
sebagai berikut:
a.
Kata adalah
unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat
menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih
diformulasi menjadi sebuah larik.
b.
Larik (atau
baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa
berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi
lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru
tak ada batasan.
c.
Bait
merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada
kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat
buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
d.
Bunyi
dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama
(ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut
ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara
berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata,
perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena
sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat
dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak
hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek
musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar
meskipun tanpa dilagukan.
e.
Makna adalah
unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa
menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis
puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa
dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik. Struktur
batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a.
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa.
Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna,
baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
b.
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap
pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa
erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya
latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.
c.
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap
pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca
untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca,
dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca.
d.
Amanat/tujuan/maksud
(itention), sadar maupun tidak, ada
tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa
dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam
puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang
disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair
untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal
sebagai berikut.
a.
Perwajahan
puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi
kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak
selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal
tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
b.
Diksi, yaitu
pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
c.
Imaji, yaitu
kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba
atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan
melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
d.
Kata
kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang.
e.
Bahasa
figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/ meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapun
macam-macam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi,
sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
f.
Versifikasi,
yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum.
B.
Psikologi
Sastra
Secara etimologi kata Psikologi
berasal dari Bahasa Yunani Kuno Psyche dan Logos. Kata psyche
berarti “jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti “ilmu”. Jadi,
psikologi secara harfiah berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang objek kajiannya
adalah jiwa (Chaer, 2003: 2).
Psikologi Sastra adalah kajian
sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan
cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi
karya juga tak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Bahkan, sebagaimana
Sosiologi Refleksi, Psikologi Sastra pun mengenal karya sastra sebagai pantulan
kejiwaan.
Pada dasarnya, psikologi sastra
akan ditopang oleh 3 pendekatan sekaligus. Pertama, pendekatan tekstual, yang
mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra. Kedua, pendekatan
reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat
karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses
resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra. Ketiga, pendekatan ekspresif,
yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif
yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis sebagai pribadi maupun wakil
masyarakatnya (Roekhan dalam Aminuddin, 1990:94).
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang
menitikberatkan kajiannya pada ekspresi perasaan atau tempramen penulis
(Abrams, 1981: 189). Informasi tentang penulis memiliki peranan yang sangat
penting dalam kajian dan apresiasi sastra. Penilaian terhadap karya seni
ditekankan pada keaslian dan kebaruan (Teew, 1984: 163-165).
Pendekatan ini dititik beratkan pada
eksistensi pengarang sebagai pencipta karya seni. Sejauh manakah keberhasilan
pengarang dalam mengekspresikan ide-idenya. Karena itu, tinjauan ekspresif
lebih bersifat spesifik. Dasar telaahnya adalah keberhasilan pengarang
mengemukakan ide-idenya yang tinggi, ekspresi emosinya yang meluap, dan
bagaimana dia mengkomposisi semuanya menjadi satu karya yang bernilai tinggi.
Komposisi dan ketepatan peramuan unsur-unsur ekspresif di sini akhirnya menjadi
satu unsur sentral dalam penilaian. Karya sastra yang didasari oleh kekayaan
penjelmaan jiwa yang kompleks tentunya mempunyai tingkat kerumitan komposisi
yang lebih tinggi dibanding dengan karya sastra yang kering dengan dasar
jelmaan jiwa.
Psikologi sastra adalah
suatu kajian yang bersifat tekstual terhadap aspek psikologis sang tokoh dalam
karya sastra. Sebagaimana wawasan yang telah lama menjadi pegangan umum dalam
dunia sastra, psikologi sastra juga memandang bahwa sastra merupakan hasil
kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa, yang diabdikan untuk
kepentingan estetis. Karya sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang
pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang
pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa/emosi Roekhan (dalam
Aminuddin, 1990:88-91).
Psikologi sastra merupakan
gabungan dari teori psikologi dengan teori sastra. Sastra sebagai “gejala
kejiwaan” di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang nampak lewat
perilaku tokoh-tokohnya, sehingga karya teks sastra dapat dianalisis dengan
menggunakan pendekatan psikologi. Antara sastra dengan psikologi memiliki
hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional, demikian menurut
Darmanto Yatman (Aminuddin, 1990:93). Pengarang dan psikolog kebetulan memiliki
tempat berangkat yang sama, yakni kejiwaan manusia. Keduanya mampu menangkap
kejiwaan manusia secara mendalam. Perbedaannya, jika pengarang mengungkapkan temuannya
dalam bentuk karya sastra, sedangkan psikolog sesuai keahliannya mengemukakan
dalam bentuk formula teori-teori psikologi.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Puisi yang akan Dikaji
*Puisi Terakhir WS Rendra
Karya WS Rendra
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat
rasa sakit
atau gatal
Aku pengin makan
tajin
Aku tidak pernah
sesak nafas
Tapi tubuhku tidak
memuaskan
untuk punya posisi
yang ideal dan wajar
Aku pengin
membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi
Aku ingin kembali
pada jalan alam
Aku ingin
meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Tuhan, aku cinta
padamu
B.
Biografi Singkat Pengarang
Dalam penelitian ekpresif, mengetahui
latar belakang pengarang merupakan hal yang mesti dilakukan. Karena bagaimana
kita akan mengetahui dengan baik isi pesan yang disampaikan tanpa
mengenal/mengetahui siapa yang menyampaikannya atau siapa pembuat pesannya.
Willibrordus Surendra Broto Rendra atau yang lebih
dikenal dengan WS Rendra lahir di Solo pada tanggal 7 Nopember 1935. Rendra meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo
dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Rendra adalah penyair ternama yang
kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok
teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel
Teater Rendra di Depok,
pada bulan Oktober 1985.
C.
Kajian Berdasarkan Pendekatan Struktural
Puisi di atas adalah puisi terakhir karya WR Rendra.
Puisi tersebut sebenarnya belum diberi judul. Puisi tersebut ditulis saat
Rendra dirawat di rumah sakit pada tanggal 31 Juli 2009. Kajian pendekatan
struktural dalam *Puisi Terakhir WS Rendra yang terdiri dari empat hakikat
puisi, yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat adalah sebagai
berikut:
- Tema
Tema
yang terkandung dalam *Puisi Terakhir WS Rendra adalah ketuhanan (religius),
yaitu perasaan ingin mendekatkan diri seseorang kepada Tuhannya saat kondisinya
sedang sakit. Dia tidak putus asa dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Hal tersebut
tercermin dalam bait ke-4 yaitu “Aku ingin kembali pada jalan alam//Aku ingin
meningkatkan pengabdian//kepada Allah” serta bait ke-5 yaitu “Tuhan, aku cinta padamu”.
- Perasaan
Perasaan yang terkandung dalam *Puisi Terakhir WS
Rendra adalah kepasrahan dalam menjalani hidup. Dia ikhlas dalam menjalani rasa
sakitnya tanpa mengeluh. Dia tidak ingin dikalahkan oleh penyakitnya. Dia
justru ingin semakin mendekatkan diri pada Tuhannya. Hal itu tercermin dalam
bait:
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
.....
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Tuhan, aku cinta padamu
- Nada
Nada yang digunakan dalam membaca *Puisi Terakhir WS
Rendra pada bait “Aku lemas//Tapi berdaya//Aku tidak sambat rasa sakit//atau
gatal” adalah semangat karena penyair tak ingin terlihat lemah dengan
penyakitnya. Sedangkan pada bait “Aku ingin kembali pada jalan alam//Aku ingin
meningkatkan pengabdian//kepada Allah//Tuhan, aku cinta padamu” menggunakan nada
keikhlasan, yaitu pengarang telah ikhlas atas apa yang terjadi dan ingin
semakin mendekatkan diri pada Tuhan.
- Amanat
Amanat yang ingin disampaikan penyair dalam *Puisi
Terakhir WS Rendra adalah penyair tidak
ingin terlihat lemah dengan penyakitnya. Penyair telah ikhlas dengan
penyakitnya sehingga tidak mengeluh. Penyair hanya ingin semakin dekat dengan
Tuhan disisa akhir hidupnya.
Melalui
puisinya, pengarang juga mau menyampaikan pesan/amanat bahwa:
a.
Kita tidak
boleh mengeluh apalagi putus asa dalam menjalani hidup sesulit apapun itu.
b.
Kita harus
ikhlas dalam menjalani takdir yang telah Tuhan berikan.
c.
Kita harus
semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
D.
Kajian Berdasarkan Psikologi Sastra
Asumsi dasar penelitian pikologi sastra
antara lain dipengaruhi oleh anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari
suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar
(subconcius) setelah jelas baru
dituangkan kedalam bentuk secara sadar (conscius).
Dan kekuatan karya sastra dapat dilihat dari seberapa jauh pengarang mampu
mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta
sastra.
Pada *Puisi Terakhir WS
Rendra mampu
mengungkapkan ekspresi kejiwaannya tentang sesuatu yang merasuk dalam imajinasi
dan pemikirannya tentang pencarian makna hidup dan tentang sesuatu yang menjadi
tujuan utama manusia dalam kehidupan ini. Lalu pengalamannya tersebut menjadi
imajinasi yang melahirkan produk kreatifitas yang berupa karya sastra dalam puisinya
ini.
Misalnya pada bait ke-1
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau
gatal
Penyair mengungkapkan rasa emosionalnya
tentang apa yang dirasakannya. Walau dia merasakan sakit namun tidak mengeluh
karna tidak ingin terlihat lemah. Begitu juga pada bait ke-2
Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk
punya posisi yang ideal dan wajar
Pada bait ini, penyair mengungkapkan bahwa
penyair merasa tidak nyaman dengan keadaan yang ada. Sedangkan pada bait ke-4
dan 5, penyair sudah merasa ikhlas dengan takdirnya. Dia hanya ingin semakin
dekat dengan Tuhan di akhir hidupnya.
Selain itu perwatakan tokoh yang
ditampilkan Rendra mampu menggambarkan perwatakan tokoh yang semakin hidup.
Dimana tokoh “aku” pada puisinya ini tiada lain adalah dirinya sendiri. Sentuhan-sentuhan
emosi yang ditampilkan tokoh “aku” dalam puisi Rendra ini sebetulnya gambaran keikhlasan
dan kejernihan batin pencipta karya sastranya sendiri. Keikhlasan ini terlihat
pada bait ke-3 dan 4:
Aku pengin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Bait
ini bermakna jika penulis sudah ikhlas jika harus dipanggil oleh Tuhan melalui
baris “Aku ingin kembali pada jalan alam”.
Rendra mengungkapkan gejolak jiwanya
tentang kehidupan dan tujuan kehidupan ini. Dimana pada bait ke-4, penyair
mengungkapkan bahwa akhir dari kehidupan haruslah semakin mendekatkan diri pada
Tuhan. Hal ini masih terkait juga dengan latar belakang penyair yang pernah
berganti agama dari Katholik menjadi Islam.
E.
Nilai Pendidikan
Dalam puisi *Puisi Terakhir WS Rendra,
terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil. Salah satunya adalah nilai
religius. Nilai religius dapat dilihat dalam bait ke-4 dan 5 yang menjelaskan
bahwa kita harus semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu ada nilai
moral. Puisi tersebut menjelaskan seseorang yang tidak putus asa dengan musibah
yang diterimanya. Dia ikhlas dalam menjalani ujian hidupnya. Sehingga *Puisi Terakhir WS Rendra
dapat dijadikan acuan untuk pembelajaran sastra di sekolah.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Kajian Berdasarkan Pendekatan Struktural
a. Tema yang terkandung dalam *Puisi Terakhir WS
Rendra adalah ketuhanan (religius).
b. Perasaan yang terkandung dalam *Puisi Terakhir WS
Rendra adalah kepasrahan dalam menjalani hidup.
c. Nada yang digunakan dalam membaca *Puisi Terakhir
WS Rendra adalah semangat dan keikhlasan.
d. Melalui
puisinya, pengarang juga mau menyampaikan pesan/amanat bahwa: (1) Kita tidak boleh mengeluh apalagi putus asa
dalam menjalani hidup sesulit apapun itu. (2) Kita harus ikhlas dalam menjalani
takdir yang telah Tuhan berikan. (3) Kita harus semakin mendekatkan diri kepada
Tuhan.
2. Kajian Berdasarkan Psikologi Sastra
Puisi sebagai bentuk komunikasi sastra
tidak akan terlepas dari peranan pengarang sebagai pencipta sastra. Maka
pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang mengkaji ekspresi perasaan atau
temperamen penulis (Abrams, 1981:189). Dan begitu juga pada *Puisi
Terakhir WS Rendra pengkajiannya lewat pendekatan ekspresif, merupakan
upaya untuk dapat memahami karya sastra ini secara lebih baik sebagai satu
kesatuan yang padu dan bermakna.
Berdasarkan pendekatan ekspresif dengan
kajian psikologi sastra, dapat dikatakan bahwa *Puisi Terakhir
WS Rendra merupakan hasil cipta karya penulisnya dari pengalaman
pada kejiwaan dan pemikiran pengarangnya pada situasi setengah sadar lalu
dituangkan kedalam bentuk secara sadar. Dan Rendra mampu mengungkapkan ekspresi
kejiwaannya tentang hidup dan kehidupan duniawi ke dalam *Puisi
Terakhir WS Rendra.
Kajian psikologi sastra pada *Puisi
Terakhir WS Rendra ini juga menitik beratkan pada tokoh dan perwatakan
tokoh “aku”, dan aspek pemikiran dan perasaan pengarang itu sendiri ketika
mencipta karya sastra ini. Selain itu, biografi pengarang menjadi bagian latar
belakang yang merupakan bagian bekal dalam memahami karya sastra berdasarkan
psikologi pengarangnya.
B.
Saran
Saran dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Untuk guru bahasa Indonesia sebaiknya menggunakan
kajian pendekatan struktural terlebih dahulu dalam mengkaji karya sastra karena
itu sebagai dasar. Setelah itu barulah menggunakan kajian pendekatan yang lain
misalnya psikologi sastra.
2.
Untuk pembaca hendaknya mampu mengambil
amanat dari puisi tersebut yaitu kita tidak boleh mengeluh terhadap apa yang
ditakdirkan oleh Tuhan dan kita harus mampu mendekatkan diri kepada Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Chaer. 2003. Psikolinguistik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Aminuddin. 1990. Kajian Tekstual dalam Psikologi Sastra.
Sekitar Masalah Sastra. Beberapa Prinsip dan Model Pengembangannya. Malang:
Yayasan Asah Asih Asuh Malang.
Henry Guntur
Tarigan. 1986. Prinsip-prinsip Dasar
Sastra. Bandung:
Angkasa.
M
H Abrams. 1979. The Mirror and The Lamp.
London-New York: Oxford University Press.
M
H Abrams. 1981. A Glossary of Literary
Terms. Cet. IV. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Rachmat
Djoko Pradopo. 2010. Pengkajian Puisi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Teeuw.
1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Bandung: Pustaka
Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar