Halaman

Minggu, 17 Maret 2013

Permasalahan Pengajaran Bahasa



1.      Jelaskan konsep-konsep berikut ini dari berbagai pakar dan sintesiskan!
a.       Hakikat bahasa
Tarigan (1990:2-3) mengemukakan adanya delapan  prinsip dasar hakikat bahasa, yaitu (1) bahasa adalah suatu sistem, (2) bahasa adalah vokal, (3) bahasa tersusun daripada lambang-lambang arbitrari, (4) setiap bahasa bersifat unik, (5) bahasa dibangun daripada kebiasaan-kebiasaan, (6) bahasa ialah alat komunikasi, (7) bahasa berhubungan erat dengan tempatnya berada, dan (8) bahasa itu berubah-ubah.
Pendapat ini tidak berbeda dengan yang dikatakan Brown juga dalam Tarigan (1990:2-3) yang apabila dilihat banyak sekali persamaan gagasan mengenai bahasa itu walaupun dengan kata-kata yang sedikit berbeda. Berikut ini merupakan hakikat bahasa menurut pendapat Brown yang juga dikutip dari Tarigan (1990:4), yaitu (1) bahasa adalah suatu sistem yang sistematik, barang kali juga untuk sistem generatif, (2) bahasa adalah seperangkat lambang-lambang arbitrari, (3) lambang-lambang tersebut, terutama sekali bersifat vokal tetapi mungkin juga bersifat visual, (4) lambang-lambang itu mengandung makna konvensional, (5) bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi, (6) bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa atau budaya, (7) bahasa pada hakikatnya bersifat kemanusiaan, walaupun mungkin tidak terbatas pada manusia saja, (8) bahasa diperoleh semua orang/bangsa dengan cara yang hampir/banyak persamaan dan (9) bahasa dan belajar bahasa mempunyai ciri kesejagatan.
Bahasa dapat dilihat daripada dua aspek, yaitu hakikat dan fungsinya (Nababan, 1991:46). Hakikat bahasa mengacu pada pembicaraan sistem/struktur atau Langue, sedangkan fungsi bahasa menyangkut pula pembicaraan proses atau parole (Saussure, 1993, Kleden, 1997:34). Hubungan kedekatan yang tidak dapat dipisahkan antara sistem dengan proses ini dilukiskan oleh Kleden dengan kalimat: ’Tanpa proses sebuah struktur (sistem) akan mati, tanpa struktur (sistem) proses akan kacau’. Jadi, antara hakikat bahasa dan fungsi bahasa itu sendiri merupakan suatu konsep dua fungsi bahasa
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat bahasa yaitu bahasa merupakan suatu sistem yang berupa vokal, yang mampu menjelaskan tentang lambang-lambang, sebagai alat komunikasi dan mempunyai sifat kesejagatan.

b.      Fungsi bahasa
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
              i.      Bahasa sebagai alat ekspresi diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Pada taraf  permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang  sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
            ii.      Bahasa sebagai alat komunikasi
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
          iii.      Bahasa sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat  hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
          iv.      Bahasa sebagai alat kontrol sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Menurut Tarigan (1987), fungsi bahasa adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam arti luas, komunikasi adalah proses transaksi dinamis yang memandatkan komunikator untuk (to code) berperilaku, verbal maupun nonverbal.
Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:
             i.       Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu.
           ii.       Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain.
         iii.       Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
         iv.       Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
           v.       Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu.
         vi.       Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi.
       vii.       Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang mampu digunakan untuk mengekspresikan dirinya, beradaptasi terhadap lingkungannya, dan sebagai kontrol sosial.
c.       Hakikat pengajaran bahasa
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa (Degeng, 1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pembelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pembelajar bahasa diarahkan ke dalam empat sub aspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat pengajaran bahasa adalah upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi.

d.      Tujuan pengajaran bahasa
Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan pengajaran bahasa adalah untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa, baik lisan maupun tulisan.

2.      Jelaskan pengertian bahasa baku dan ciri-cirinya!
Setiap negara atau suatu wilayah umumnya memiliki bahasa resmi masing-masing yang digunakan oleh rakyatnya. Pengertian bahasa baku adalah bahasa yang menjadi bahasa pokok yang menjadi bahasa standar dan acuan yang digunakan sehari-hari dalam masyarakat. Bahasa baku mencakup pemakaian sehari-hari pada bahasa percakapan lisan maupun bahasa tulisan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI : 2007), baku adalah pokok utama atau tolak ukur yang berlaku untuk kuantitas atau kualitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan atau standar. Dalam bukunya, Abdul Chaer (1997 : 4) mengatakan bahwa bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang dijadikan dasar atau yang dijadikan standar. Menurut Kridalaksana (1978) dalam E. Zaenal Arifin bahwa bahasa baku termasuk dalam ragam bahasa resmi, yaitu bahasa yang digunakan dalam situasi formal atau resmi baik itu lisan maupun tulisan, digunakan dalam wacana teknis, dalam pembicaraan di depan umum (ceramah, kuliah, kotbah), dan saat berbicara dengan orang yang dihormati yaitu orang yang lebih tua, yang lebih tinggi status sosialnya maupun yang baru dikenal.
Menurut Abdul Chaer (1997 : 5-8) bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-cirinya, sebagai berikut:
a.       Pemakaian kaidah tata bahasa normatif, yang selalu digunakan secara eksplisit dan konsisten, misalnya:
                      i.       Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara eksplisit dan konsisten:
Bahasa baku
Bahasa tidak baku
Gubernur meninjau daerah kebakaran.
Gubernur tinjau daerah kebakaran.
Anaknya bersekolah di Bandung.
Anaknya sekolah di Bandung.
                    ii.       Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara eksplisit dan konsisten, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
Ia tidak tahu anaknya sering bolos
Ibu guru marah kepada Andi karena ia sering bolos.
Ibu guru marah kepadas Andi, ia sering bolos.
                  iii.       Pemakaian pola frase untuk predikat aspek+pelaku+kata kerja secara konsisten, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
Surat Anda sudah saya terima.
Surat Anda saya sudah baca.
                  iv.       Pemakaian konstruksi sintesis, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
Anaknya
Dia punya anak
memberitahukan
Kasih tahu
                    v.       Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek ragional atau unsur gramatikal bahasa daerah, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
Mobil paman saya baru.
Paman saya mobilnya baru.
b.      Penggunaan Kata-kata Baku
Maksudnya adalah kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan atau yang frekuensi penggunaannya cukup tinggi. Misalnya:
Bahasa baku
Bahasa tidak baku
Cantik sekali
Cantik banget
Lurus saja
Lempeng saja
Masih kacau
Masih semrawut
Uang
Duit
Tidak mudah
Enggak gampang
Diikat dengan kawat
Diikat sama kawat
Bagaimana kabarnya?
Gimana kabarnya?
c.       Penggunaan Ejaan dalam Ragam Tulis
Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia saat ini adalah ejaan yang disebut ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). EYD mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan kata (dasar, berimbuhan, gabungan, ulang, dan serapan), penulisan partikel, penulisan angka, penulisan unsur serapan, sampai pada penggunaan tanda baca, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
Bersama-sama
Bersama2
Melipatgandakan
Melipat-gandakan
Pergi ke pasar
Pergi kepasar
Ekspres
Ekpres, espres
sistem
Sistim
d.      Penggunaan Lafal Baku dalam Ragam Lisan
Lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal daerah, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
[atap]
[atep]
[menggunakan]
[menggunakeun]
[kalaw]
[kalo], [kalo’]
[jumat]
[jum’at]
[Habis]
[abis]
[mahgrib]
[mah’grib]
[subuh]
[suboeh]
e.       Penggunaan Kalimat Secara Efektif
Kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat menyampaikan pesan pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembaca, persis seperti yang dimaksud oleh si pembicra atau si penulis. Keefektifan kalimat ini dapat dicapai, antara lain:
                    i.     Susunan kalimat menurut aturan tata bahasa yang benar, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
Tindakan-tindakan kekerasan itu menyebabkan penduduk dan keluarganya merasa tidak aman.
Tindakan-tindakan kekerasan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan keluarganya.
                  ii.     Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis di dalam kalimat, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
Dia datang ketika kami sedang makan.
Ketika kami sedang makan dan dia datang
                iii.     Penggunaan kata secara tepat dan efisien, misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
Bayarlah dengan uang pas!
Kepada para penumpang diharapkan membayar dengan uang pas.
                iv.     Penggunaan variasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang ingin ditonjolkan, misalnya:
Kalimat Biasa
Kalimat Bertekanan
Dengan pisau dikupasnya mangga itu
Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu.

3.      Sebutkan dan jelaskan peran guru Bahasa Indonesia dalam upaya mewujudkan pembelajaran Bahasa Indonesia yang efektif!
Guru yang mampu mewujudkan pembelajaran yang efektif adalah guru yang memiliki konsep diri positif dan mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif. Hal yang menjadi faktor pendukungnya antara lain:
  1. Luwes dalam pembelajaran
  2. Empati dan peka terhadap segala kebutuhan siswa
  3. Mampu mengajar sesuai dengan selera siswa
  4. Mau dan mampu memberikan peneguhan (reinforcement)
  5. Mau dan mampu memberikan kemudahan, kehangatan, dan tidak kaku, dalam proses pembelajaran
  6. Mampu menyesuaikan emosi, percaya diri, dan riang dalam proses pembelajaran.
Dalam melaksanakan tugasnya, guru memiliki beberapa peran, antara lain:
a.       Peran Guru sebagai Demonstrator
Sebagai demonstrator, guru adalah seorang pengajar dari bidang ilmu yang ia kuasai. Oleh karena itu, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang guru Bahasa Indonesia harus menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan. Ia harus senantiasa belajar meningkatkan penguasaannya terhadap materi-materi pembelajaran Bahasa Indonesia.
b.      Peran Guru sebagai Pengelola Kelas
Sebagai pengelola kelas, seorang guru harus mampu menciptakan suasana atau kondisi belajar di kelas. Ia juga harus mamapu merangsang siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, terampil mengendalikan suasana kelas agat tetap hangat, aman, menarik dan kondusif.
c.       Peran Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator, seorang guru dituntut memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan sebagai alat komunikasi dalam proses pembelajaran. Dan terampil memilih, menggunakan, mengusahakan media pendidikan, serta mampu menjadi media (perantara) dalam hubungan antar siswa dalam proses belajar mengajar.
Sebagai Fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar dan berguna serta dapat menunjang tercapainya tujuan dalam proses belajar-mengajar, baik yang berwujud narasumber, buku teks, majalah, surat kabar, maupun sumber belajar lainnya.
d.      Peran Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator, seorang guru dituntut mampu melakukan proses evaluasi, baik untuk mengetahui keberhasilan dirinya dalam melaksanakan pembelajaran (feed back), maupun untuk menilai hasil belajar siswa.
Untuk mewujudkan peran ini, seorang guru dituntut memiliki keterampilan sebagai berikut :
                    i.     Mampu merumuskan alat tes yang valid dan reliable.
                  ii.     Mampu menggunakan alat tes dan non-tes yang tepat.
                iii.     Mampu melaksanakan penilaian secara objektif, jujur dan adil.
                iv.     Menindak lanjuti hasil evaluasi secara proporsional.

Referensi:
Arifin, E. Zaenal, S. Amran Tasai. 1986. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.
Chaer, Abdul. 1997. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Kedudukan dan fungsi bahasa. Bandung: Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar