1. Jelaskan
konsep-konsep berikut ini dari berbagai pakar dan sintesiskan!
a. Hakikat
bahasa
Tarigan (1990:2-3) mengemukakan
adanya delapan prinsip dasar hakikat bahasa, yaitu (1) bahasa adalah
suatu sistem, (2) bahasa adalah vokal, (3) bahasa tersusun daripada
lambang-lambang arbitrari, (4) setiap bahasa bersifat unik, (5) bahasa dibangun
daripada kebiasaan-kebiasaan, (6) bahasa ialah alat komunikasi, (7) bahasa
berhubungan erat dengan tempatnya berada, dan (8) bahasa itu berubah-ubah.
Pendapat ini tidak berbeda dengan
yang dikatakan Brown juga dalam Tarigan (1990:2-3) yang apabila dilihat banyak
sekali persamaan gagasan mengenai bahasa itu walaupun dengan kata-kata yang
sedikit berbeda. Berikut ini merupakan hakikat bahasa menurut pendapat Brown
yang juga dikutip dari Tarigan (1990:4), yaitu (1) bahasa adalah suatu sistem
yang sistematik, barang kali juga untuk sistem generatif, (2) bahasa adalah
seperangkat lambang-lambang arbitrari, (3) lambang-lambang tersebut, terutama
sekali bersifat vokal tetapi mungkin juga bersifat visual, (4) lambang-lambang
itu mengandung makna konvensional, (5) bahasa dipergunakan sebagai alat
komunikasi, (6) bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa atau budaya,
(7) bahasa pada hakikatnya bersifat kemanusiaan, walaupun mungkin tidak
terbatas pada manusia saja, (8) bahasa diperoleh semua orang/bangsa dengan cara
yang hampir/banyak persamaan dan (9) bahasa dan belajar bahasa mempunyai ciri
kesejagatan.
Bahasa dapat dilihat daripada dua
aspek, yaitu hakikat dan fungsinya (Nababan, 1991:46). Hakikat bahasa mengacu
pada pembicaraan sistem/struktur atau Langue, sedangkan fungsi bahasa
menyangkut pula pembicaraan proses atau parole (Saussure, 1993, Kleden,
1997:34). Hubungan kedekatan yang tidak dapat dipisahkan antara sistem dengan
proses ini dilukiskan oleh Kleden dengan kalimat: ’Tanpa proses sebuah struktur
(sistem) akan mati, tanpa struktur (sistem) proses akan kacau’. Jadi, antara
hakikat bahasa dan fungsi bahasa itu sendiri merupakan suatu konsep dua fungsi
bahasa
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa hakikat bahasa yaitu bahasa merupakan suatu sistem yang
berupa vokal, yang mampu menjelaskan tentang lambang-lambang, sebagai alat
komunikasi dan mempunyai sifat kesejagatan.
b. Fungsi
bahasa
Pada dasarnya, bahasa memiliki
fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni
sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi,
sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan
atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf,
1997: 3).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa
adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan
berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata
memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk
budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa
serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang.
Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai
prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan
bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin
dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu
sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik
dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa
Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa
Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana
komunikasi masyarakat modern.
i.
Bahasa sebagai alat ekspresi
diri
Pada awalnya, seorang anak
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada
sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak
tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya,
melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah
kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun
untuk berkomunikasi. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian
berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf,
1997 :4).
ii.
Bahasa sebagai alat komunikasi
Sebagai alat komunikasi, bahasa
merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan
memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur
berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa
depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Bahasa sebagai alat ekspresi diri
dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan
identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita,
pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan
kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa
maupun sebagai diri sendiri.
iii.
Bahasa sebagai alat
integrasi dan adaptasi sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu
unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman
mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta
belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat
hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat
komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat
dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan
kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk
memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi
(pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf,
1997 : 5).
iv.
Bahasa sebagai alat kontrol
sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa
sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau
kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan
disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah
salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Menurut Tarigan (1987), fungsi
bahasa adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam arti luas, komunikasi adalah
proses transaksi dinamis yang memandatkan komunikator untuk (to code) berperilaku,
verbal maupun nonverbal.
Menurut
Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:
i.
Fungsi
instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu.
ii.
Fungsi
regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain.
iii.
Fungsi
intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
iv.
Fungsi
personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
v.
Fungsi
heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu.
vi.
Fungsi
imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi.
vii.
Fungsi
representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.
Berdasarkan uraian di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat
komunikasi yang mampu digunakan untuk mengekspresikan dirinya, beradaptasi
terhadap lingkungannya, dan sebagai kontrol sosial.
c. Hakikat
pengajaran bahasa
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa
(Degeng, 1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat
mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan
dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber
belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan
strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan
pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh
karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi
pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan
memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan
pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap
dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya
dengan keberhasilan pembelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar
dalam menetapkan strategi pembelajaran.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar
komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud,
1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pembelajar bahasa
diarahkan ke dalam empat sub aspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan
mendengarkan.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat
pengajaran bahasa adalah upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi.
d. Tujuan
pengajaran bahasa
Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran
(1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi.
Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir,
menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu
dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu,
dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan
membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa
negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan
fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam
tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan
kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa
(berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya
sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan pengajaran
bahasa adalah untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa, baik lisan maupun
tulisan.
2. Jelaskan
pengertian bahasa baku dan ciri-cirinya!
Setiap negara atau suatu wilayah
umumnya memiliki bahasa resmi masing-masing yang digunakan oleh rakyatnya.
Pengertian bahasa baku adalah bahasa yang menjadi bahasa pokok yang menjadi
bahasa standar dan acuan yang digunakan sehari-hari dalam masyarakat. Bahasa
baku mencakup pemakaian sehari-hari pada bahasa percakapan lisan maupun bahasa
tulisan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI : 2007),
baku adalah pokok utama atau tolak ukur yang berlaku untuk kuantitas atau
kualitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan atau standar. Dalam bukunya,
Abdul Chaer (1997 : 4) mengatakan bahwa bahasa baku adalah salah satu ragam
bahasa yang dijadikan pokok, yang dijadikan dasar atau yang dijadikan standar.
Menurut Kridalaksana (1978) dalam E. Zaenal Arifin bahwa bahasa baku termasuk
dalam ragam bahasa resmi, yaitu bahasa yang digunakan dalam situasi formal atau
resmi baik itu lisan maupun tulisan, digunakan dalam wacana teknis, dalam
pembicaraan di depan umum (ceramah, kuliah, kotbah), dan saat berbicara dengan
orang yang dihormati yaitu orang yang lebih tua, yang lebih tinggi status
sosialnya maupun yang baru dikenal.
Menurut Abdul Chaer (1997 : 5-8) bahasa baku dapat
ditandai dengan ciri-cirinya, sebagai berikut:
a.
Pemakaian kaidah tata bahasa
normatif, yang
selalu digunakan secara eksplisit dan konsisten, misalnya:
i.
Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara eksplisit dan
konsisten:
Bahasa baku
|
Bahasa tidak baku
|
Gubernur meninjau daerah kebakaran.
|
Gubernur tinjau daerah kebakaran.
|
Anaknya bersekolah di
Bandung.
|
Anaknya sekolah di Bandung.
|
ii.
Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam
kalimat majemuk secara eksplisit dan konsisten, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
Ia
tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
|
Ia
tidak tahu anaknya sering bolos
|
Ibu
guru marah kepada Andi karena ia sering bolos.
|
Ibu
guru marah kepadas Andi, ia sering bolos.
|
iii.
Pemakaian pola frase untuk predikat aspek+pelaku+kata
kerja secara konsisten, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
Surat
Anda sudah saya terima.
|
Surat
Anda saya sudah baca.
|
iv.
Pemakaian konstruksi sintesis, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
Anaknya
|
Dia
punya anak
|
memberitahukan
|
Kasih
tahu
|
v.
Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek ragional
atau unsur gramatikal bahasa daerah, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
Mobil
paman saya baru.
|
Paman
saya mobilnya baru.
|
b.
Penggunaan Kata-kata Baku
Maksudnya adalah kata-kata yang digunakan
adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan atau yang frekuensi
penggunaannya cukup tinggi. Misalnya:
Bahasa baku
|
Bahasa tidak baku
|
Cantik
sekali
|
Cantik
banget
|
Lurus
saja
|
Lempeng
saja
|
Masih
kacau
|
Masih
semrawut
|
Uang
|
Duit
|
Tidak
mudah
|
Enggak
gampang
|
Diikat
dengan kawat
|
Diikat
sama kawat
|
Bagaimana
kabarnya?
|
Gimana
kabarnya?
|
c.
Penggunaan Ejaan dalam Ragam
Tulis
Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia
saat ini adalah ejaan yang disebut ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan
(EYD). EYD mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan kata (dasar,
berimbuhan, gabungan, ulang, dan serapan), penulisan partikel, penulisan angka,
penulisan unsur serapan, sampai pada penggunaan tanda baca, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
Bersama-sama
|
Bersama2
|
Melipatgandakan
|
Melipat-gandakan
|
Pergi
ke pasar
|
Pergi
kepasar
|
Ekspres
|
Ekpres,
espres
|
sistem
|
Sistim
|
d.
Penggunaan Lafal Baku dalam
Ragam Lisan
Lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah
lafal bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal daerah, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
[atap]
|
[atep]
|
[menggunakan]
|
[menggunakeun]
|
[kalaw]
|
[kalo],
[kalo’]
|
[jumat]
|
[jum’at]
|
[Habis]
|
[abis]
|
[mahgrib]
|
[mah’grib]
|
[subuh]
|
[suboeh]
|
e.
Penggunaan Kalimat Secara
Efektif
Kalimat-kalimat yang digunakan dapat
dengan tepat menyampaikan pesan pembicara atau penulis kepada pendengar atau
pembaca, persis seperti yang dimaksud oleh si pembicra atau si penulis. Keefektifan kalimat ini dapat dicapai, antara lain:
i. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasa yang benar, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
Tindakan-tindakan
kekerasan itu menyebabkan penduduk dan keluarganya merasa tidak aman.
|
Tindakan-tindakan
kekerasan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan keluarganya.
|
ii. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis di dalam kalimat, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
Dia
datang ketika kami sedang makan.
|
Ketika
kami sedang makan dan dia datang
|
iii. Penggunaan kata secara tepat dan efisien, misalnya:
Bahasa Baku
|
Bahasa Tidak Baku
|
Bayarlah
dengan uang pas!
|
Kepada
para penumpang diharapkan membayar dengan uang pas.
|
iv. Penggunaan
variasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang ingin
ditonjolkan, misalnya:
Kalimat Biasa
|
Kalimat Bertekanan
|
Dengan
pisau dikupasnya mangga itu
|
Dengan
pisaulah dikupasnya mangga itu.
|
3. Sebutkan
dan jelaskan peran guru Bahasa Indonesia dalam upaya mewujudkan pembelajaran
Bahasa Indonesia yang efektif!
Guru yang mampu mewujudkan pembelajaran yang efektif adalah guru yang
memiliki konsep diri positif dan mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif. Hal yang menjadi faktor
pendukungnya antara lain:
- Luwes dalam pembelajaran
- Empati dan peka terhadap segala kebutuhan siswa
- Mampu mengajar sesuai dengan selera siswa
- Mau dan mampu memberikan peneguhan (reinforcement)
- Mau dan mampu memberikan kemudahan, kehangatan, dan tidak kaku, dalam
proses pembelajaran
- Mampu menyesuaikan emosi, percaya diri, dan riang dalam proses
pembelajaran.
a.
Peran Guru sebagai Demonstrator
Sebagai
demonstrator, guru adalah seorang pengajar dari bidang ilmu yang ia kuasai.
Oleh karena itu, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang guru Bahasa Indonesia harus menguasai
bahan pelajaran yang akan diajarkan. Ia harus senantiasa belajar meningkatkan
penguasaannya terhadap materi-materi pembelajaran Bahasa
Indonesia.
b.
Peran Guru sebagai Pengelola Kelas
Sebagai pengelola
kelas, seorang guru harus mampu menciptakan suasana atau kondisi belajar di
kelas. Ia juga harus mamapu merangsang siswa untuk aktif dalam proses
pembelajaran, terampil mengendalikan suasana kelas agat tetap hangat, aman,
menarik dan kondusif.
c.
Peran Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator,
seorang guru dituntut memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan sebagai alat
komunikasi dalam proses pembelajaran. Dan terampil memilih, menggunakan,
mengusahakan media pendidikan, serta mampu menjadi media (perantara) dalam
hubungan antar siswa dalam proses belajar mengajar.
Sebagai
Fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar dan berguna serta
dapat menunjang tercapainya tujuan dalam proses belajar-mengajar, baik yang
berwujud narasumber, buku teks, majalah, surat kabar, maupun sumber belajar lainnya.
d.
Peran Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator,
seorang guru dituntut mampu melakukan proses evaluasi, baik untuk mengetahui
keberhasilan dirinya dalam melaksanakan pembelajaran (feed back), maupun
untuk menilai hasil belajar siswa.
Untuk mewujudkan
peran ini, seorang guru dituntut memiliki keterampilan sebagai berikut :
i. Mampu merumuskan alat tes yang valid dan reliable.
ii. Mampu menggunakan alat tes dan non-tes yang tepat.
iii. Mampu melaksanakan penilaian secara objektif, jujur
dan adil.
iv. Menindak lanjuti hasil evaluasi secara proporsional.
Referensi:
Arifin, E. Zaenal, S. Amran Tasai. 1986. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi.
Jakarta: MSP.
Chaer,
Abdul. 1997. Tata
Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Kedudukan dan fungsi
bahasa. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar